Teknik Fotografi - Mode manual bisa dikatakan sebuah mode yang mirip dengan Aperture Priority dan Shutter Priority, tetapi tidak seperti kedua mode semi otomatis tersebut, Sobat harus mengatur baik itu kecepetan shutter (shutter speed) dan aperture dengan tangan kalian sendiri.

Mode Dial PopArt ;)
Photo: arsami
Kamera pada mode Manual tidak akan membuat sebuah perubahan pengaturan secara otomatis, Sobat masih tetap dipandu oleh sistem metering kamera untuk mendapatkan exposure terbaik. Parameter pengaturan lainnya seperti fokus, white balance serta ISO bisa diset secara otomatis jika Sobat menginginkannya.

 

Bagaimana sebenarnya mode manual ini bekerja?

Ketika menggunakan mode manual, Sobat harus menentukan apa yang menjadi prioritas kalian agar mendapatkan foto yang Sobat inginkan: Depth of Field (bagian frame yang terfokus) atau durasi exposure (bagaimana gerakan terekam dalam foto). Jika Sobat telah memiliki prioritas ini maka kalian akan dengan mudah menentukan parameter apa yang harus diatur terlebih dahulu. Apakah shutter speed atau aperture!

Jika Sobat merasa Depth of Field adalah hal terpenting dalam foto, maka Sobat bisa mengatur aperture terlebih dahulu. Sebagai contoh: saat memotret landscape (dimana depth of field luas sangat diperlukan) atau foto Portrait (dimana depth of field sempit akan memberikan nuansa blur pada background).

Aperture kecil (seperti: f/16 dan f/22) akan meningkatkan depth of field, dan sebaliknya aperture lebar (seperti: f/2.8 dan f/4) akan mengurangi tingkat depth of field. Jika durasi atau rentang waktu exposure menjadi hal penting dalam foto, maka pilihlah shutter speed terlebih dahulu. Shutter speed cepat (seperti 1/1000 detik) bisa sangat membantu mem-freeze atau membekukan sebuah obyek yang bergerak cepat, sedangkan shutter speed lambat (1/10 detik) akan mengakibatkan blur.

 

Ok, Jadi apa langkah selanjutnya?

Setelah Sobat mengatur parameter awal, baik itu shutter speed atau aperture, maka sekarang saatnya Sobat set yang lainnya (jika parameter awal adalah aperture maka sekarang set shutter speed dan juga sebaliknya). Meskipun kombinasi yang tepat akan berubah menurut situasi dan kondisi pencahayaan, prinsipnya masih tetap sama: aperture kecil mengijinkan sedikit cahaya untuk masuk sehingga membutuhkan shutter speed yang lebih lambat untuk mendapatkan exposure, sedangkan exposure lebar/luas mengijinkan lebih banyak cahaya dan memungkinkan fotografer menggunakan shutter speed yang relatif lebih cepat.

Pada saat melakukan perubahan pengaturan, alangkah baiknya Sobat memperhatikan indikator/skala exposure pada viewfinder, indikator ini menunjukkan apakah subyek foto mendapatkan exposure yang pas, atau underexposure atau malah overexposure. Sebagai tambahan Sobat juga bisa merubah pengaturan ISO untuk merubah tingkat exposure.

ISO memberikan kontrol pada tingkat sensitifitas sensor kamera terhadap cahaya. Pemilihan ISO tinggi akan membuat sensor lebih sensitif terhadap cahaya, sedangkan ISO rendah membuat sensor kurang sensitif (jadi butuh lebih banyak cahaya yang diperlukan untuk membuat expsoure yang sama).

Pengaturan ISO memberikan lebih banyak pilihan dalam hal memilih kombinasi shutter speed serta aperture pada sebuah kondisi/situasi pencahayaan. sebagai contoh: Penggunaan ISO tinggi akan memudahkan Sobat ketika memilih aperture kecil dan shutter speed cepat ketika memotret landscape pada kondisi pencahayaan rendah.

 

Jadi apa tujuan adanya mode Manual jika ada mode Otomatis?

Memang benar jika keharusan mengatur aperture dan shutter speed sebelum memotret akan memperlambat kita. Mode manual tidak didesain untuk memotret pada situasi pencahayaan yang sering berubah, karena Sobat akan sering melakukan kompensasi pada setiap perubahan pencahayaan. Kamera menyediakan mode otomatis atau semi otomatis untuk memotret pada kondisi pencahayaan yang sering berubah.

Fakta bahwa aperture dan shutter speed akan tetap sama pada mode Manual bisa dikatakan adalah sebuah keuntungan tersendiri. Mode manual sangat cocok pada subyek yang bergerak selama kondisi pencahayaan tetap konstan, Sobat bisa memilih kombinasi aperture, shutter speed serta ISO untuk sebuah subyek dan memastikan mereka tetapi terekspose secara tepat, meskipun background berubah.

 

Kenapa Background yang berubah bisa mempengaruhi exposure?

Exposure secara normal akan secara otomatis berubah menurut beberapa faktor, seperti kuantitas serta kualitas cahaya, mode metering yang Sobat gunakan, tone yang menyebar pada frame, ukuran subyek terhadap background. Pada beberapa kondisi Sobat mungkin akan menggunakan exposure compensation untuk memastikan hasil foto tidak under atau overexposure

Sebagai contoh: bayangkan Sobat memotret serial foto dari sebuah pesawat yang sedang take-off pada siang hari yang berawan. Exposure secara keseleruhan cenderung netral pada saat pesawan masih berada di landasan, namun ketika pesawat mulai naik, hamparan langit yang cerah cenderung menipu kamera sehingga akan menurunkan tingkat exposure (masih ingat kan bahwa kamera selalu ingin mencoba memberikan hasil exposure mendekati mid-tone).

Hasilnya? Awan putih yang kita lihat akan menjadi abu-abu (grey) dan pesawat akan terlihat semacam siluet. Sobat butuh menggunakan exposure compensation untuk menaikkan tingkat kecerahan  dan mengembalikan detail dari pesawat terbang tersebut.

Dengan menggunakan mode Manual, Sobat bisa mengatur exposure dari awal pemotretan dan memastikan bahwa pesawat memiliki exposure yang akurat.

 

Bukankah saya masih bisa menggunakan tombol Exposure Lock pada kamera?

Yap... Sobat bisa memotret menggunakan Aperture Priority atau Shutter Priority dan menekan tombol Exposure Lock agar menjaga kombinasi aperture, shutter speed serta ISO tetap sama, tatapi bukankah dengan adanya mode Manual bisa menjadi sebuah pilihan atau opsi lain yang patut dipertimbangkan? Menggunakan mode Manual memungkinkan Sobat untuk sedikit melupakan exposure dan fokus terhadap aspek-aspek komposisi yang lebih tricky.

 

Jadi kapan Saya hendaknya menggunakan mode Manual?

Seperti yang sudah Kami sebutkan diatas, mode Manual seringkali cocok ketika Sobat memotret subyek gerak pada pencahayaan konstan/tetap, tetapi Sobat masih bisa menggunakan mode ini pada setiap subyek. Jika sobat masih dalam tahap mempelajari dunia fotografi, maka mode ini sangat cocok untuk digunakan. Mode Manual merupakan alat belajar yang sangat sempurna. Mode ini juga sangat bagus digunakan jika Sobat menggunakan flash, memudahkan Sobat untuk mendapatkan keseimbangan antara cahaya flash serta cahaya yang ada di sekitar subyek foto.

$umb3r
Tips Fotografi - Berikut ini adalah beberapa tips menambahkan efek flare lensa dengan mudah ke dalam foto-foto Sobat InFotografi:
flare
Photo: Anna P

1. Komposisikan sumber cahaya pada tepian/pinggir frame. Sobat bisa menempatkan cahaya di bagian pinggir/tepi komposisi frame kalian atau sedikit diluar tepian frame yang terlihat di viewfinder, cara ini akan menambah peluang terbentuknya flare dan juga meningkatkan jumlah flare.


2. Lepas lens hood kalian. Lens hood didesain untuk mengurangi cahaya yang nyasar masuk ke dalam lensa, jadi fungsi utama perangkat ini adalah memang untuk mengurangi potensi terjadinya flare lensa. Dengan melepas lens hood akan meningkatkan peluang dan jumlah flare lensa di dalam foto-foto kalian.

3. Gunakan lensa wide-angle. Lensa wide dan ultra-wide cenderung lebih mudah menghasilkan flare. Hal ini dikarenakan lensa ini lebih sulit membendung cahaya-cahaya yang nyasar. Kurva lebar optik juga memantulkan cahaya dengan tingkat yang lebih besar, sehingga akan menciptakan lebih banyak flare. Yang perlu diingat adalah: Lensa-lensa wide yang berharga mahal  seringkali memiliki coating optik yang mengurangi terjadinya flare lensa.

4. Gunakan Aperture Lebar (Bilangan kecil). Penggunaan aperture yang lebih lebar berarti mengijinkan lebih banyak cahaya yang masuk ke dalam lensa. Hal ini juga berarti akan ada banyak cahaya membandel yang terpantul diantara elemen-elemen optik lensa sehingga terjad flare. Hal sebaliknya terjadi jika Sobat menggunakan Aperture kecil (bilangan besar), aperture kecil akan memfokuskan arah datangnya cahaya tepat berada di depan sensor dengan pola yang ketat, pengendalian cahaya akan jadi lebih baik, dan pastinya akan mengurangi jumlah cahaya yang mengakibatkan flare lensa.

5. Gunakan lensa-lensa tua atau murah. Film tidak memantulkan cahaya kembali ke lensa, lensa film yang lebih tua biasanya tidak memiliki elemen lapisan (coating) dibagian depan. filter kilap yang berada di depan sensor memantulkan cahaya dan bisa menyebabkan flare. Lensa yang relatif murah kebanyakan memiliki lapisan atau coating yang kurang efektif untuk mengurangi potensi terjadinya flare lensa dibanding lensa-lensa yang relatif lebih mahal.

6. Gunakan filter UV. Filter ini (terutama yang beharga relatif murah) sangat berpotensi menyebabkan flare lensa. Sobat bisa memanfaatkan hal ini untuk mendapatkan flare pada foto-foto kalian.

Satu hal yang perlu digaris bawahi adalah: Jika Sobat memang berniat menambahkan efek flare lensa di dalam komposisi foto kalian, maka bersiaplah untuk melakukan post-processing menggunakan perangkat lunak editing gambar. Kenapa? Seperti yang telah Kami sampaikan sebelumnya bahwa foto yang memiliki flare akan cenderung mengalami penurunan kontras dan saturasi warna. Jadi jika Sobat ingin mendapatkan hasil terbaik maka lakukan post-processing.

Pada saat post processing menggunakan software, langkah yang bisa Sobat ambil adalah meningkatkan kontras menggunakan Curves atau Level. Sobat juga bisa menggunakan tool vibrance dan/atau saturation untuk mengangkat warna yang sedikit menghilang.

Jadi tunggu apa lagi Sobat?? Memotretlah dan langgar aturan memotret langsung berhadapan dengan matahari... Selamat Mencoba!!

Banyak dari kita seringkali kebingungan dalam memilih lensa yang sesuai dengan kebutuhan kita. Selain memang beragam jenis lensa yang ada, juga karena harganya cukup mahal sehingga jangan sampai kita salah memilih. Ada baiknya kita memahami kategori lensa terlebih dahulu supaya bisa sesuai dengan kebutuhan dan kegunaannya.



Tipe-tipe Lensa DSLR

Pertama, saya membaginya dalam dua tipe utama, yaitu Prime Lens/Fix Lens dan Zoom Lens.

Prime Lens/Fix Lens

Prime Lens memiliki focal length / panjang fokal tetap, sehingga subyek foto tidak dapat diperbesar atau diperkecil. Kita harus berpindah posisi jika akan mengatur besar kecilnya obyek maupun sudut pandangnya. Lensa jenis ini biasanya mempunyai ukuran lebih kecil daripada zoom lens (perbandingannya tentu dengan focal length / panjang fokal yang setara). Hasil yang diperoleh pun lebih tajam. Prime lens juga memiliki bukaan yang lebar sehingga dapat menghasilkan efek  bokeh/blur yang lebih baik. Beberapa jenis lensa tipe ini antara lain Canon EF 14mm f/2.8 L II USM, Canon EF 28mm f/1.8 USM, Canon EF 35mm f/1.4 L USM, Canon EF 50mm f/1.8 II, NIKON AF 50mm f/1.8D, SIGMA AF 70mm F/2.8 EX DG MACRO, Canon EF 85mm f/1.8 USM, Canon EF 100mm f/2.8 Macro USM, Canon EF 200mm f/2.8L II USM, NIKON AF 135mm f/2D DC, dan masih banyak lagi.

Zoom Lens

Zoom Lens memiliki rentang fokus yang berbeda yang bisa diatur sesuai keinginan kita, jadi kebalikan dengan Prime Lens. Kelebihan Zoom Lens ialah fleksibelitasnya yaitu dengan satu buah lensa kita bisa mendapatkan focal length / panjang fokal yang bervariasi maupun sudut lensa yang bervariasi sehingga kita tidak direpotkan dengan seringnya pindah posisi. Sedangkan kelemahannya adalah ukurannya yang lebih besar dan lebih berat serta dan kualitas ketajaman gambar yang dihasilkan masih dibawah Prime Lens. Beberapa jenis lensa tipe ini antara lain Canon EF-S 10-22mm f/3.5-4.5 USM, NIKON AF-S 10-24mm f/3.5-4.5G ED DX, Canon EF-S 15-85mm f/3.5-5.6 IS USM, TOKINA AT-X 16.5-135mm F3.5-5.6 DX, Canon EF 24-70mm f/2.8L II USM, Canon EF-S 55-250mm f/4-5.6 IS II, Canon EF 70-200mm f/2.8L USM, TAMRON SP 70-300mm F/4-5.6 Di VC USD, dan masih banyak lagi.

Zoom Lens seringkali juga dilengkapi informasi rasio perbesarannya, hanya saja perlu dicermati bahwa perbesaran yang dimaksud adalah rasio focal length / panjang fokal terkecil berbanding focal length / panjang fokal terbesar. Jadi bukan perbesaran gambar dari aktualnya. Misal Canon EF-S 15-85mm f/3.5-5.6 IS USM, rasio perbesarannya adalah 85 : 15 atau 5,6 : 1.



Kedua, saya membaginya dalam 5 sub tipe lensa, yaitu Ultra Wide Lens, Wide Lens, Standard Lens, Tele Lens, dan Super Tele Lens.

Ultra Wide Lens 

Lensa ini memiliki lebar sudut pandang lebih dari 90°. Jika kita lihat dari ukuran panjang fokal lensanya antara 8mm – 20mm. Kebanyakan dipakai untuk foto landscape dan interior.

Wide Lens

Lensa ini memiliki lebar sudut pandang antara  60° sampai dengan 90°. Jika kita lihat dari ukuran panjang fokal lensanya antara 20mm – 35mm. Kebanyakan dipakai untuk foto landscape dan interior.

Standard Lens

Lensa ini memiliki lebar sudut pandang antara  25° sampai dengan 60°. Jika kita lihat dari ukuran panjang fokal lensanya antara 35mm – 105mm. Kebanyakan dipakai untuk foto kegiatan sehari-hari, ada juga yang digunakan untuk foto portrait.

Tele Lens

Lensa ini memiliki lebar sudut pandang antara  10° sampai dengan 25°. Jika kita lihat dari ukuran panjang fokal lensanya antara 105mm – 200mm. Kebanyakan dipakai untuk foto kegiatan olah raga, foto fashion, tapi ada juga yang mengunakan untuk foto portrait.

Super Tele Lens

Lensa ini memiliki lebar sudut pandang kurang dari 10°. Jika kita lihat dari ukuran panjang fokal lensanya lebih dari 200mm. Kebanyakan dipakai untuk foto kegiatan olah raga maupun foto satwa liar.



Ketiga, saya memasukkan dalam sub tipe lensa untuk keperluan khusus, yaitu Macro Lens, Fisheye Lens, Soft Focus Lens, dan Perspective Control Lens. Biasanya, produsen lensa sudah mencantumkan kode khusus untuk lensa tipe ini.

Macro Lens

Lensa makro didisain untuk memfoto benda-benda kecil dan dekat. Dengan demikian lensa makro harus mempunyai jarak fokus yang dekat. Perbandingan obyek foto dengan tangkapan gambar pada sensor atau film biasanya 1:1, yang artinya pada saat fokus dengan jarak sangat dekat dengan subyek foto maka ukuran subyek foto akan sama besar dengan gambar tangkapan pada sensor kamera atau film.

Fisheye Lens

Lensa fisheye adalah lensa yang memiliki wide-angle / sudut lebar yang ekstim. Bahkan ada lensa yang mempunyai sudut pandang sampai 180°. Selain itu, lensa jenis ini juga mempunyai distorsi yang ekstrim pula. Kenapa disebut fisheye, ya karena memang menyerupai mata ikan.

Perspective Control Lens

Lensa ini digunakan untuk architectural photographs. Tidak banyak yang menggunakan tipe lensa ini karena memang terlalu spesifik. Lensa yang termasuk tipe ini salah satunya adalah tilt-shift lens.



Jika kita sudah memahami tipe-tipe lensa DSLR tersebut diatas, kita akan dengan sendirinya mengetahui lensa mana yang sesuai dengan kebutuhan kita.


Seringkali obyek menarik datang dalam situasi dimana kita harus memotret dalam kondisi minim cahaya dan kita tidak ingin (atau tidak bisa) menggunakan flash, padahal kita ingin menghasilkan foto yang tetap tajam. Obyek seperti view kota saat malam yang indah, konser musik di malam hari atau suasana pesta sayang dilewatkan begitu saja tanpa kamera beraksi. Berikut adalah tips untuk bisa tetap menghasilkan foto yang optimum:


Tripod atau monopod. Alat yang paling handal dan mudah adalah tripod atau monopod.
Jika tripod tidak tersedia, usahakan agar kamera tetap stabil dengan memanfaatkan lingkungan sekitar,  misalnya dengan menyandarkan badan ke tempok, menyandarkan kamera ke tangga dan lain-lain.

Usahakan untuk menggunakan aperture sebesar mungkin, jika lensa anda memiliki batas aperture terbesar f/2.8, pakailah aperture f/2.8
Jika dua trik diatas belum cukup, naikkan ISO kamera  hingga shutter speed kita mencapai minimal 1/60 (pada beberapa kamera generasi terbaru bisa menggunakan  setting ISO hingga diatas 1000 dan masih bisa menghasilkan foto yang rendah noise)
Saat menggunakan tips ke-4, sebaiknya aktifkan fitur High ISO Noise Reduction di kamera untuk mengurangi noise, atau pilihan kelima berikut lebih baik (dan lebih mahal) yakni:
Atau anda bisa melewati tips ke-5 dengan memakai software noise reduction untuk mengurangi noise pada tahap post production. Software semacam Noise Ninja, Imagenomic Noiseware atau Nik’s Dfine lumayan ampuh menjinakkan noise di hasil akhir foto kita. Jika anda menggunakan Lightroom 4 untuk mengatur koleksi foto, Lightroom memiliki fitur noise reduction yang sangat canggih.
Baca kembali aturan mengenai shutter speed yang optimum: jika anda memakai panjang focal Xmm, sebaiknya shutter speed anda diatas 1/X detik. Lebih detail baca disini.

$umb3r




Membuat sumber cahaya malam hari tampak berpendar seperti bintang membuat foto malam kita tampak lebih keren. Efek ini biasanya disebut efek starburst. Untuk membuat starburst, hal mendasar yang harus kita pahami adalah membuat bukaan lensa sekecil mungkin, artinya kita sebaiknya menggunakan angka aperture yang besar (f/11 s.d f/22) dan sebaiknya memanfaatkan lensa yang memiliki focal length lebih pendek.
Kenapa harus seperti itu? well, penjelasannya akan panjang. Singkatnya adalah secara fisika cahaya akan mengalami difraksi (penyebaran) saat melewati lubang sempit (hmm sempit…). Sifat penyebaran cahaya inilah yang membuat sumber cahaya (lampu, bulan, matahari) akan terlihat berpendar dan memiliki lidah, jumlah lidah akan bergantung pada jumlah bilah (blade) aperture dalam lensa anda, lihat spek lensa yang anda miliki, pasti akan ada tertulis “aperture blade”. Sementara untuk menjawab kenapa sebaiknya memilih angka f yang besar dan focal length yang lebih pendk, silahkan baca artikel Memahami Angka Aperture Dalam lensa dan Memahami Aperture.


Kalau masih belum jelas, silahkan lihat gambar berikut ini:



Gambar diatas menunjukkan, semakin kecil bukaan (angka f semakin besar), lidah cahaya akan semakin maksimal. Sementara di angka f yang kecil, sumber cahaya tampak tanpa burst sama sekali.

$umber


Dalam rangka menyambut Hari Sumpah Pemuda yang jatuh tiap tangal 28 Oktober, Mantan VJ MTV Danel Mananta ingin membangkitkan kaum muda Indonesia untuk memiliki rasa patriotisme dan mencintai presiden pertama Indonesia yakni Sukarno melalui kreatif Sukarno Urban Bust.
Ide penciptaan Sukarno Urban Bust ini tercetus dari pemikiran dirinya saat ia melihat bangsa lain memiliki kebanggaan akan jasa para pahlawan.
“Kalau di China ada Mao Tse Tung, di Amerika Serikat ada George Washington, di Kuba ada Che Guevara, maka di Indonesia kita mempunyai Sukarno,” ujar pendiri dan CEO Damn! I Love Indonesia pada press conference Sukarno Urban Burst di East Mall, Grand Indonesia, Jakarta, Rabu (26/10).
Menurut Daniel, sosok Sukarno yang dikenal sebagai dunia sebagai pemimpin kharismatik mengangkat nama Indonesia di mata internasional. Untuk itu dituangkan melalui penciptaan Sukarno Urban Bust demi menjadi trend setter di industri kreatif dan bisnis yang sedang digalakkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif saat ini yang mengusung bakat-bakat muda Indonesia.
“Semangat yang diusung oleh Damn! I Love Indonesia adalah ingin membuat anak-anak muda Indonesia untuk jatuh cinta kepada keragaman budaya tanah air dan khusus pada Sukarno Urban Bust ini semoga anak-anak muda Indonesia cinta kepada Sukarno,” jelas mantan VJ MTV ini.
Sukarno Urban Bust ini adalah patung yang dapat dijadikan sebagai barang koleksi oleh para urban di Indonesia. Dengan menggandeng Win Satrya (tokoh urban toys di Indonesia), keluarga besar Sukarno dan Yayasan Bung Karno, patung Sukarno ini jual edisi terbatas (limited edition urban bust).
“Patung Sukarno ini dijual Rp 3,9 juta dimana si pembeli akan mendapatkan seritifikat dan foto yang diberi nomor,” ungkap Daniel.
Daniel menjelaskan patung Sukarno ini hanya tersedia 1.000 piece dengan warna berbeda-beda mulai dari warna emas, silver, magenta, green lemon, hitam, merah sampai warna glow in the dark.
“Patung berbentuk Sukarno ini terbuat dari vinyl bust dilengkapi dengan sejumlah detail menarik seperti tanda tangan dan legalisasi produk dari pendiri label Damn! I Love Indonesia beserta ketua Yayasan Bung Karno. Jadi akan ketahuan barang itu asli atau palsu,” kata Daniel bersemangat.
Guruh Soekarno selaku putra bungsu Sukarno dan sekaligus Ketua Yayasan Bung Karno saat dimintai keterangan, mengatakan “Apa yang dilakukan oleh Daniel dan Win Satrya dan pemuda-pemuda lainnya melalui label Damn! I Love Indonesia ini merupakan langkah kreatif untuk bisa menginsirasi generasi muda lainnya agar mencintai negeri ini”.

$umb3r

Hasrat ingin menghasilkan foto yang apik dari sebuah pertunjukan panggung seringkali pupus karena yang diperoleh justru foto yang blur, terlampau gelap atau terlampau terang. Berikut tips-tips untuk memotret saat Java Jazz. Tips berikut berfungsi umum dan bisa diaplikasikan di berbagai ajang yang serupa.

1. Foto panggung memiliki beberapa tantangan yang harus disiasati, terutama adalah karena pencahayaan yang rendah. Jika memungkinkan gunakan lensa dengan diafragma besar (seperti f/2,8). Dengan shutter yang cepat, maka hasil foto akan tajam tanpa bantuan tripod.

2. Bagi yang menggunakan lensa standar dengan diafragma sekitar f/4 atau f/5,6, gunakan kompensasi cahaya agar foto tidak blur atau buram. Beralihlah ke mode aperture priority dan atur agar kamera merekam dengan bukaan terbesar

3. Selain itu jangan lupa mempersiapkan kompensasi dan menggunakan matrix untuk metering-nya. Untuk latar belakang gelap gunakanlah kompensasi minus. Sebaliknya untuk latar belakang yang terang, gunakan kompensasi plus.

4. Demikian juga halnya dengan ISO dan white balance, sebaiknya menggunakan white balance 5.000 kelvin atau pilih yang bergambar matahari. Dengan kondisi pencahayaan yang berubah-ubah, pilihan white balance tersebut dimaksudkan untuk memberi keleluasaan lebih kepada fotografer untuk mengoreksi hasil jepretan di komputer.

5. Ada baiknya juga menggunakan format RAW sehingga dapat mengoreksi foto yang mungkin terlalu gelap tanpa terlalu merusak foto. Perlu juga diingat bahwa dalam low light photography, seorang fotografer harus menyediakan porsi untuk proses di komputer. Jangan terlampau puas dengan hasil yang muncul di layar LCD kamera karena akan berbeda jika sudah dipindahkan ke komputer.

6. Selain itu, untuk membuat foto pertunjukan yang menarik sebaiknya menunggu sampai ada cahaya kuat pada objek foto dan tunggu momen yang tepat. Ekspresi musisi saat manggung biasanya amat menarik dan bervariasi. Jadi pastikan Anda tetap waspada dan memantau dengan cermat subyek foto Anda.
Di luar tips tersebut di atas, pastikan Anda sudah menguasai dasar fotografi seperti memegang kamera yang benar dan menguasai kamera Anda. Dengan begitu, hasil foto akan lebih maksimal. Selamat mencoba!




Fotografi tidak pernah dibatasi oleh alat. Entah itu menggunakan kamera yang canggih ataupun hanya kamera ponsel, Anda tetap dapat menghasilkan foto yang baik jika sudah memahami unsur seni dalam fotografi. Seperti contohnya membuat fotografi portrait. Kegiatan fotografi yang satu ini mungkin yang paling umum dilakukan orang ketika memegang sebuah kamera – karena memang tergolong sangat mudah untuk dilakukan. Nah untuk membuat foto portrait yang lebih baik, berikut kami berikan enam tips sederhana yang dapat Anda coba.
1. Mendekatlah dan berinteraksi dengan model




Photo Credit: Renhard Harjanto
Masalah paling umum ketika membuat foto portrait adalah jarak. Beberapa fotografer pemula atau amatir merasa malu-malu untuk mendekatkan diri pada model. Padahal jika memotret portrait sebatas headshot, pengambilan foto idealnya harus lebih dekat ke model. Namun fenomena yang terjadi akhir-akhir ini, banyak fotografer pemula yang rela mengeluarkan uang ekstra untuk membeli lensa dengan jangkauan focal panjang untuk memotret subyek dari jarak jauh.
Hal tersebut memang boleh-boleh saja namun tidak terlalu disarankan. Jika Anda ingin menghasilkan foto portrait yang lebih baik, mulailah belajar untuk lebih mendekatkan diri dan berinteraksi dengan model. Berinteraksi dengan model memang terdengar cukup sepele, namun hal tersebut sangat diperlukan untuk mencairkan suasana agar model lebih nyaman dan tidak merasa tegang. Hasilnya, ekspresi model akan lebih rileks dan tidak terlihat kaku sehingga foto portrait yang dihasilkan akan lebih baik dan alami.
2. Perhatikan Komposisi



Photo Credit: A.Murrain
Membuat foto portrait dengan memposisikan kepala model di tengah biasanya malah menghasilkan foto yang kurang menarik. Cobalah untuk menempatkan model pada berbagai posisi sudut pengambilan gambar. Anda bisa menggunakan prinsip “Rule of Third” atau menempatkan subyek pada 1/3 bagian dari frame. Beranilah bereksperimen dengan komposisi dan jangan takut melanggar prinsip “Rule of Third”.
3. Lensa dan Depth Of Field (DoF)



Photo Credit:Chereselskaya Elena
Untuk membuat fotografi portrait, lensa dengan jangkauan focal yang panjang tidaklah mutlak dibutuhkan. Anda bisa mengandalkan beberapa lensa non-zoom jarak pendek seperti 50mm atau lensa zoom dengan jarak rentang zoom menengah seperti 18-55mm. Besaran diafragma lensa juga mempengaruhi foto portrait. Jika lensa yang digunakan memiliki diafragma hingga f/2.0 atau lebih besar, gunakan lensa tersebut pada bukaan diafragma terbesar. Ini akan membuat efek bokeh (background menjadi blur) di belakang subjek dan memberikan unsur artistik pada foto. Hasilnya, model Anda akan terlihat lebih menonjol dari latarnya dan membuat mata yang melihat langsung tertuju pada model tersebut. Anda juga dapat mengatur bukaan lensa pada setting lain untuk bereksperimen.
4. Perhatikan Bahasa Tubuh Model


Bagi para model profesional, bergaya di depan kamera bukanlah hal yang sulit. Dengan sedikit pengarahan gaya, Anda dapat mendapatkan pose yang sesuai dengan keinginan. Nah, bagaimana jika Anda berhadapan dengan model amatir yang belum terbiasa di hadapan kamera?
Caranya cukup mudah, ikuti langkah tips no.1. Setelah berhasil membuat interaksi dan mencairkan suasana dengan model, Anda akan lebih mudah dalam mengarahkan gaya. Perlu diperhatikan juga kebanyakan model-model amatir masih ragu untuk bergaya dan terlihat tidak percaya diri. Untuk itu, Anda sebagai fotografer harus pandai dalam melihat momen ketika mengarahkan model. Terkadang lelucon garing atau kata-kata pujian yang terlontar dari mulut Anda cukup efektif untuk menambah kepercayaan diri sang model.
5. Perhatikan cahaya





Dalam memotret portrait, Anda juga wajib memperhatikan kondisi pencahayaan di sekitar agar bayangan yang jatuh pada model tidak terlalu keras. Untuk itu banyak cara yang dapat dilakukan. Jika Anda memotret di luar ruangan dengan mengandalkan pencahayaan matahari, gunakanlah flash untuk fill-in atau gunakan reflektor untuk memantulkan cahaya ke arah model agar bayangan model terlihat lebih lembut. Pada saat memotret dalam ruangan atau studio, Anda juga dapat memanfaatkan beberapa aksesoris pencahayaan seperti payung studio, softbox, reflektor dan beauty dish untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
6. Mengolah foto untuk hasil lebih sempurna


Photo credit: Sauri
Jika foto portrait yang dihasilkan masih kurang oke, jangan langsung membuangnya. Saat ini telah banyak aplikasi olah foto yang beredar, mulai dari yang sederhana hingga yang memiliki tools lengkap. Lewat aplikasi pengolah foto tersebut, Anda dapat memperbaiki komposisi, mengoreksi warna, hingga mengatur gelap terangnya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cepat dan sangat mudah untuk dipelajari.
Enam tips di atas merupakan kumpulan tips sederhana yang dapat diterapkan untuk menghasilkan foto potrait lebih baik. Namun keenam tips tersebut akan percuma saja jika Anda melewatkan satu tips yang paling penting yaitu latihan. Jangan pernah ragu untuk mencoba dan ambillah foto sesering mungkin untuk lebih mengenal dan membiasakan diri dengan kamera Anda. Selamat memotret!!
$umb3r


Banyak orang bisa menulis, tapi sedikit yang bisa mengarang, banyak orang yang bisa motret, tapi jarang yang bisa membuat foto yang bercerita. Fotografi adalah salah satu media untuk bercerita yang sangat baik. Seringkali, fotografi yang baik dapat menggugah perasaan dibandingkan dengan tulisan semata. Mampu membuat foto yang bercerita merupakan suatu hal yang baik untuk mendapatkan pekerjaan di bidang fotografi terutama fotojurnalisme.

Dalam mengunakan fotografi untuk bercerita, biasanya fotografer mengunakan beberapa foto. Karena jarang satu foto dapat menceritakan satu kisah secara keseluruhan. Setelah foto terpilih, kita dapat menyusun sedemikian rupa sehingga pemirsa dapat melihat inti dan detail dari cerita secara lengkap.

Untuk membuat rangkaian foto bercerita (photo story) yang bagus, kita tidak hanya membutuhkan pengetahuan bagaimana membuat foto yg baik, tapi juga ketrampilan untuk bercerita. Kita membutuhkan ide/topik, membuat perencanaan. Selain itu kita membutuhkan kerjasama antara otak, mata dan hati. Dengan kerjasama antara ketiganya dengan baik, kita bisa mengetahui kapan saat dan dimana saat yang tepat untuk membuat foto.

Seringkali, rangkaian foto tersebut tidak hanya dibuat dalam satu hari saja, tapi berhari-hari di tempat yang berbeda-beda. Jika yang diceritakan melibatkan orang, maka hubungan antara fotografer dengan subjek foto juga harus baik. Sikap yang tidak baik atau kata-kata yang salah bisa menghambat kita untuk mendapatkan foto yang bagus.

Meskipun terdiri dari beberapa foto, tapi rangkaian photo story memiliki benang merah yang mengkaitkan antara satu foto dengan yang lainnya. Mengkaitkan foto bisa melalui subjek foto yang sama, gaya foto atau warna, komposisi, tempat dan topik yang sama.

Ada dua istilah yang sering membingungkan yaitu istilah photo essay dan photo story/picture story

Perbedaan singkatnya adalah:

Photo Essay – menceritakan sebuah kisah, dan biasanya bertujuan sesuatu misalnya mengingatkan pemirsa akan bahaya narkoba, menceritakan pentingnya pelestarian lingkungan dan lain-lain. Foto-foto bisa dibuat di tempat dan dengan subjek foto yang berbeda-beda tapi masih satu topik yang sama.
Photo story/picture story – Bercerita tentang seseorang, tempat atau situasi, ada bagian awal, tengah dan akhirnya. Misalnya cerita tentang kehidupan seorang petani, dokter, dll.
Meskipun foto yang dibuat sebenarnya bebas-bebas saja, tapi untuk pemula atau fotografer yang menyukai struktur, ada beberapa jenis foto yang biasanya ada dalam rangkaian photo story/essay:

Establishing shot : Biasanya menggambarkan tempat/setting tempat kejadian, biasanya mengunakan lensa wide angle untuk memberikan kesan tiga dimensi, tapi terkadang, lensa tele juga digunakan.
Detail shot : Foto detail benda atau bagian dari orang yang penting, misalnya cincin kawin atau close-up air mata / bibir seseorang, biasanya lensa makro atau telefoto digunakan.
Interaction shot : Berisi interaksi dari dua orang atau lebih
Climax : Sebuah foto yang menggambarkan puncak dari sebuah acara
Closer/Clincher : Foto yang menutup cerita. Biasanya meninggalkan kesan, pesan, inspirasi atau motivasi
Lima langkah membuat photo story/essay:

Tentukan topik misalnya cerita kegiatan seseorang selama sehari, atau esai tentang lingkungan hidup yang tercemar
Riset – Cari informasi tentang topik yang dipilih
Rencanakan foto-foto yang akan diambil (pemandangan, karakter/portrait, seni budaya, dll)
Membuat foto di lokasi dan waktu yang telah direncanakan. Biasanya langkah ini yang paling banyak memakan waktu
Editing dan pemilihan foto
Tata letak/layout foto yang dipilih. Semakin penting fotonya semakin besar ukurannya relatif dengan foto yang lain


contoh foto essay . dengan judul NGERTAKEUN BUMI LAMBA