Hasrat ingin menghasilkan foto yang apik dari sebuah pertunjukan panggung seringkali pupus karena yang diperoleh justru foto yang blur, terlampau gelap atau terlampau terang. Berikut tips-tips untuk memotret saat Java Jazz. Tips berikut berfungsi umum dan bisa diaplikasikan di berbagai ajang yang serupa.

1. Foto panggung memiliki beberapa tantangan yang harus disiasati, terutama adalah karena pencahayaan yang rendah. Jika memungkinkan gunakan lensa dengan diafragma besar (seperti f/2,8). Dengan shutter yang cepat, maka hasil foto akan tajam tanpa bantuan tripod.

2. Bagi yang menggunakan lensa standar dengan diafragma sekitar f/4 atau f/5,6, gunakan kompensasi cahaya agar foto tidak blur atau buram. Beralihlah ke mode aperture priority dan atur agar kamera merekam dengan bukaan terbesar

3. Selain itu jangan lupa mempersiapkan kompensasi dan menggunakan matrix untuk metering-nya. Untuk latar belakang gelap gunakanlah kompensasi minus. Sebaliknya untuk latar belakang yang terang, gunakan kompensasi plus.

4. Demikian juga halnya dengan ISO dan white balance, sebaiknya menggunakan white balance 5.000 kelvin atau pilih yang bergambar matahari. Dengan kondisi pencahayaan yang berubah-ubah, pilihan white balance tersebut dimaksudkan untuk memberi keleluasaan lebih kepada fotografer untuk mengoreksi hasil jepretan di komputer.

5. Ada baiknya juga menggunakan format RAW sehingga dapat mengoreksi foto yang mungkin terlalu gelap tanpa terlalu merusak foto. Perlu juga diingat bahwa dalam low light photography, seorang fotografer harus menyediakan porsi untuk proses di komputer. Jangan terlampau puas dengan hasil yang muncul di layar LCD kamera karena akan berbeda jika sudah dipindahkan ke komputer.

6. Selain itu, untuk membuat foto pertunjukan yang menarik sebaiknya menunggu sampai ada cahaya kuat pada objek foto dan tunggu momen yang tepat. Ekspresi musisi saat manggung biasanya amat menarik dan bervariasi. Jadi pastikan Anda tetap waspada dan memantau dengan cermat subyek foto Anda.
Di luar tips tersebut di atas, pastikan Anda sudah menguasai dasar fotografi seperti memegang kamera yang benar dan menguasai kamera Anda. Dengan begitu, hasil foto akan lebih maksimal. Selamat mencoba!




Fotografi tidak pernah dibatasi oleh alat. Entah itu menggunakan kamera yang canggih ataupun hanya kamera ponsel, Anda tetap dapat menghasilkan foto yang baik jika sudah memahami unsur seni dalam fotografi. Seperti contohnya membuat fotografi portrait. Kegiatan fotografi yang satu ini mungkin yang paling umum dilakukan orang ketika memegang sebuah kamera – karena memang tergolong sangat mudah untuk dilakukan. Nah untuk membuat foto portrait yang lebih baik, berikut kami berikan enam tips sederhana yang dapat Anda coba.
1. Mendekatlah dan berinteraksi dengan model




Photo Credit: Renhard Harjanto
Masalah paling umum ketika membuat foto portrait adalah jarak. Beberapa fotografer pemula atau amatir merasa malu-malu untuk mendekatkan diri pada model. Padahal jika memotret portrait sebatas headshot, pengambilan foto idealnya harus lebih dekat ke model. Namun fenomena yang terjadi akhir-akhir ini, banyak fotografer pemula yang rela mengeluarkan uang ekstra untuk membeli lensa dengan jangkauan focal panjang untuk memotret subyek dari jarak jauh.
Hal tersebut memang boleh-boleh saja namun tidak terlalu disarankan. Jika Anda ingin menghasilkan foto portrait yang lebih baik, mulailah belajar untuk lebih mendekatkan diri dan berinteraksi dengan model. Berinteraksi dengan model memang terdengar cukup sepele, namun hal tersebut sangat diperlukan untuk mencairkan suasana agar model lebih nyaman dan tidak merasa tegang. Hasilnya, ekspresi model akan lebih rileks dan tidak terlihat kaku sehingga foto portrait yang dihasilkan akan lebih baik dan alami.
2. Perhatikan Komposisi



Photo Credit: A.Murrain
Membuat foto portrait dengan memposisikan kepala model di tengah biasanya malah menghasilkan foto yang kurang menarik. Cobalah untuk menempatkan model pada berbagai posisi sudut pengambilan gambar. Anda bisa menggunakan prinsip “Rule of Third” atau menempatkan subyek pada 1/3 bagian dari frame. Beranilah bereksperimen dengan komposisi dan jangan takut melanggar prinsip “Rule of Third”.
3. Lensa dan Depth Of Field (DoF)



Photo Credit:Chereselskaya Elena
Untuk membuat fotografi portrait, lensa dengan jangkauan focal yang panjang tidaklah mutlak dibutuhkan. Anda bisa mengandalkan beberapa lensa non-zoom jarak pendek seperti 50mm atau lensa zoom dengan jarak rentang zoom menengah seperti 18-55mm. Besaran diafragma lensa juga mempengaruhi foto portrait. Jika lensa yang digunakan memiliki diafragma hingga f/2.0 atau lebih besar, gunakan lensa tersebut pada bukaan diafragma terbesar. Ini akan membuat efek bokeh (background menjadi blur) di belakang subjek dan memberikan unsur artistik pada foto. Hasilnya, model Anda akan terlihat lebih menonjol dari latarnya dan membuat mata yang melihat langsung tertuju pada model tersebut. Anda juga dapat mengatur bukaan lensa pada setting lain untuk bereksperimen.
4. Perhatikan Bahasa Tubuh Model


Bagi para model profesional, bergaya di depan kamera bukanlah hal yang sulit. Dengan sedikit pengarahan gaya, Anda dapat mendapatkan pose yang sesuai dengan keinginan. Nah, bagaimana jika Anda berhadapan dengan model amatir yang belum terbiasa di hadapan kamera?
Caranya cukup mudah, ikuti langkah tips no.1. Setelah berhasil membuat interaksi dan mencairkan suasana dengan model, Anda akan lebih mudah dalam mengarahkan gaya. Perlu diperhatikan juga kebanyakan model-model amatir masih ragu untuk bergaya dan terlihat tidak percaya diri. Untuk itu, Anda sebagai fotografer harus pandai dalam melihat momen ketika mengarahkan model. Terkadang lelucon garing atau kata-kata pujian yang terlontar dari mulut Anda cukup efektif untuk menambah kepercayaan diri sang model.
5. Perhatikan cahaya





Dalam memotret portrait, Anda juga wajib memperhatikan kondisi pencahayaan di sekitar agar bayangan yang jatuh pada model tidak terlalu keras. Untuk itu banyak cara yang dapat dilakukan. Jika Anda memotret di luar ruangan dengan mengandalkan pencahayaan matahari, gunakanlah flash untuk fill-in atau gunakan reflektor untuk memantulkan cahaya ke arah model agar bayangan model terlihat lebih lembut. Pada saat memotret dalam ruangan atau studio, Anda juga dapat memanfaatkan beberapa aksesoris pencahayaan seperti payung studio, softbox, reflektor dan beauty dish untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
6. Mengolah foto untuk hasil lebih sempurna


Photo credit: Sauri
Jika foto portrait yang dihasilkan masih kurang oke, jangan langsung membuangnya. Saat ini telah banyak aplikasi olah foto yang beredar, mulai dari yang sederhana hingga yang memiliki tools lengkap. Lewat aplikasi pengolah foto tersebut, Anda dapat memperbaiki komposisi, mengoreksi warna, hingga mengatur gelap terangnya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cepat dan sangat mudah untuk dipelajari.
Enam tips di atas merupakan kumpulan tips sederhana yang dapat diterapkan untuk menghasilkan foto potrait lebih baik. Namun keenam tips tersebut akan percuma saja jika Anda melewatkan satu tips yang paling penting yaitu latihan. Jangan pernah ragu untuk mencoba dan ambillah foto sesering mungkin untuk lebih mengenal dan membiasakan diri dengan kamera Anda. Selamat memotret!!
$umb3r


Banyak orang bisa menulis, tapi sedikit yang bisa mengarang, banyak orang yang bisa motret, tapi jarang yang bisa membuat foto yang bercerita. Fotografi adalah salah satu media untuk bercerita yang sangat baik. Seringkali, fotografi yang baik dapat menggugah perasaan dibandingkan dengan tulisan semata. Mampu membuat foto yang bercerita merupakan suatu hal yang baik untuk mendapatkan pekerjaan di bidang fotografi terutama fotojurnalisme.

Dalam mengunakan fotografi untuk bercerita, biasanya fotografer mengunakan beberapa foto. Karena jarang satu foto dapat menceritakan satu kisah secara keseluruhan. Setelah foto terpilih, kita dapat menyusun sedemikian rupa sehingga pemirsa dapat melihat inti dan detail dari cerita secara lengkap.

Untuk membuat rangkaian foto bercerita (photo story) yang bagus, kita tidak hanya membutuhkan pengetahuan bagaimana membuat foto yg baik, tapi juga ketrampilan untuk bercerita. Kita membutuhkan ide/topik, membuat perencanaan. Selain itu kita membutuhkan kerjasama antara otak, mata dan hati. Dengan kerjasama antara ketiganya dengan baik, kita bisa mengetahui kapan saat dan dimana saat yang tepat untuk membuat foto.

Seringkali, rangkaian foto tersebut tidak hanya dibuat dalam satu hari saja, tapi berhari-hari di tempat yang berbeda-beda. Jika yang diceritakan melibatkan orang, maka hubungan antara fotografer dengan subjek foto juga harus baik. Sikap yang tidak baik atau kata-kata yang salah bisa menghambat kita untuk mendapatkan foto yang bagus.

Meskipun terdiri dari beberapa foto, tapi rangkaian photo story memiliki benang merah yang mengkaitkan antara satu foto dengan yang lainnya. Mengkaitkan foto bisa melalui subjek foto yang sama, gaya foto atau warna, komposisi, tempat dan topik yang sama.

Ada dua istilah yang sering membingungkan yaitu istilah photo essay dan photo story/picture story

Perbedaan singkatnya adalah:

Photo Essay – menceritakan sebuah kisah, dan biasanya bertujuan sesuatu misalnya mengingatkan pemirsa akan bahaya narkoba, menceritakan pentingnya pelestarian lingkungan dan lain-lain. Foto-foto bisa dibuat di tempat dan dengan subjek foto yang berbeda-beda tapi masih satu topik yang sama.
Photo story/picture story – Bercerita tentang seseorang, tempat atau situasi, ada bagian awal, tengah dan akhirnya. Misalnya cerita tentang kehidupan seorang petani, dokter, dll.
Meskipun foto yang dibuat sebenarnya bebas-bebas saja, tapi untuk pemula atau fotografer yang menyukai struktur, ada beberapa jenis foto yang biasanya ada dalam rangkaian photo story/essay:

Establishing shot : Biasanya menggambarkan tempat/setting tempat kejadian, biasanya mengunakan lensa wide angle untuk memberikan kesan tiga dimensi, tapi terkadang, lensa tele juga digunakan.
Detail shot : Foto detail benda atau bagian dari orang yang penting, misalnya cincin kawin atau close-up air mata / bibir seseorang, biasanya lensa makro atau telefoto digunakan.
Interaction shot : Berisi interaksi dari dua orang atau lebih
Climax : Sebuah foto yang menggambarkan puncak dari sebuah acara
Closer/Clincher : Foto yang menutup cerita. Biasanya meninggalkan kesan, pesan, inspirasi atau motivasi
Lima langkah membuat photo story/essay:

Tentukan topik misalnya cerita kegiatan seseorang selama sehari, atau esai tentang lingkungan hidup yang tercemar
Riset – Cari informasi tentang topik yang dipilih
Rencanakan foto-foto yang akan diambil (pemandangan, karakter/portrait, seni budaya, dll)
Membuat foto di lokasi dan waktu yang telah direncanakan. Biasanya langkah ini yang paling banyak memakan waktu
Editing dan pemilihan foto
Tata letak/layout foto yang dipilih. Semakin penting fotonya semakin besar ukurannya relatif dengan foto yang lain


contoh foto essay . dengan judul NGERTAKEUN BUMI LAMBA